BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
ZAT PEWARNA PADA MAKANAN
Makanan
adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak
terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus
mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena
makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji,
1992).
Aneka
produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik.
Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski
begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil.
Di era modern, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa
dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun
berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna
pada makanan dan minuman.
Bahan
pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna
sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari
bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk
warna merah.
Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan
makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk
keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang
menggunakan Rhodamin B pewarna tekstil untuk mewarnai
terasi, kerupuk dan minuman sirup.Padahal, penggunaan pewarna jenis itu
dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk
makanan (food grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada dasarnya,
setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek.
Beberapa
negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna
sintetis seperti pewarna tartrazine.Mereka lebih merekomendasikan pewarna
alami, seperti beta karoten. Meski begitu, pewarna sintetis masih sangat
diminati oleh para produsen makanan. Alasannya, harga pewarna sintetis jauh
lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Selain itu, pewarna sintetis
memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah
meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan.
Berbeda
dengan pewarna sintetis, pewarna alami malah mudah mengalami pemudaran pada
saat diolah dan disimpan. Sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah.
Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik
kritis yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama
penyimpanan, maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan
bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi
lingkungan.
Bahan
pewarna yang memberikan warna merah diekstrak dari sejenis tanaman. Supaya
pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis melalui
sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan
ikan kaleng. LPPOM MUI menyatakan penggunaan pewarna sintetis yang tidak
proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan
pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada
bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya).
Meski
demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak
menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan
tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang
halal.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan
utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.
Pewarna Alami
Adalah zat
warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari
sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya
dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber
warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan
klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong
dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat
kemurnian kimiawi.
Keterbatasan
pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak
diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman
warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna
sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu
mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan
biasanya lebih murah.
Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk
mewarnai makanan (Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya nur hidayat dan
elfi anis saati terbitan Trubus Agrisarana 2006. dapat diperoleh di toko-toko
buku se Indonesia) adalah:
- KAROTEN,
menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai
produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat
diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
- BIKSIN,
memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon
Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk
mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
- KARAMEL,
berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3
jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman
berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering.
Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna
merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol
- KLOROFIL,
menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk
makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan.
Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan,
katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai
penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain
menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
- ANTOSIANIN,
penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan
buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga
tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur,
strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga
telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur
menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen
antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk
minuman (sari buah, juice dan susu).
Pewarna sintetis
Pewarna
sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu
mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan
biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam
makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat
digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin
dan indigoid.
Bahaya Jika Digunakan Pada Makanan
Proses
pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya
dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa
baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa
kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih
dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan
lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk
granula, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai
minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu,
pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui
pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada
pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Rhodamin B.
Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik yang tidak boleh dipergunaan
untuk makanan, selain itu pewarna lainnya yang dilarang adalah Metanil Yellow
Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar
479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk-unggu kemerah-merahan,
sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl
dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam
laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg,
dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mewarnai
berbagai jenis makanan dan minuman (terutama untuk golongan ekonomi lemah),
seperti kue-kue basah, saus, sirup, kerupuk dan tahu (khususnya Metanil
Yellow), dan lain-lain.
Menurut
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B
adalah warna makanan merah terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi
pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah terang mencolok. Tanda-tanda
dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada
saluran pernafasan.
2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata,
mata kemerahan, udem pada kelopak mata.
4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air
seni berwarna merah atau merah muda.
Metanil Yellow juga merupakan salah satu zat pewama yang
tidak diizinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow
digunakan sebagai pewama untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan
cat lukis. Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.
Oleh karena itu sebaiknya konsumen sebelum membeli makanan
dan minuman, harus meneliti kondisi fisik, kandungan bahan pembuatnya,
kehalalannya melalui label makanan yang terdapat di dalam kemasan makanan
tersebut agar keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga.
Tabel perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Pembeda
|
Zat pewarna Sintetis
|
Zat pewarna alami
|
Warna yang dihasilkan
|
Lebih cerah
Lebih homogeny
|
Lebih pudar
Tidak homogen
|
Variasi warna
|
Banyak
|
Sedikit
|
Harga
|
Lebih murah
|
Lebih mahal
|
Ketersediaan
|
Tidak terbatas
|
Terbatas
|
Kestabilan
|
Stabil
|
Kurang stabil
|
Pemerintah
sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian
masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan
zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya rhodamine
B sebagai pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang
lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen
pangan belum menyadari bahaya dari pewarna tersebut.
BAB III
METODE
PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
Ø
Labu Takar
Ø
Erlemeyer
Ø
Neraca
Ø
Cawan
Ø
Gelas Beker
Ø
Pipet Tetes
Ø
Corong
Ø Penangas
air
|
Bahan :
Ø
Frutang orange
Ø
NaoH
Ø
Ferri klorida
Ø
HCL
Ø
H2SO4
Ø
NH4OH
|
Pembuatan larutan NH4OH
Pembuatan larutan NH4OH
25. V1 = 12.25
25.V1 = 300
V1 = 300/25
= 12 ml
Analisis Sakarine
Orange
Zat pewarna sintesis
Warna
sample
HCL
|
Pale orange-yellow
|
H2SO4
|
Yellow-brown
|
NAOH
|
Decolorizet
|
NH4OH
|
Decolorizet
|
Analisa sakarine
Timbang 100
mg sample
Dilarutkan
dalam 5 ml NaOH (1 M) sample
Uapkan
sampai kering
Residu
Dikeringkang
diatas penangas air
Dinginkan
Larutkan
dalam 2 ml HCL + ferri klordarida 1 tetes
Zat pewarna sintesis
30 – 50 ml
sample
Di asamkan
dengan larutan HCL encer
Masukan
benang woll
Didihkan
selama 30 menit
Benang woll
diangkat dan dicuci
Keringkan,dipotong
menjadi 4 bagian
Tempatkan
potongan woll di attas lempeng
Hasil
setelah ditetesi
HCL
H2SO4
NAOH
NH4OH
Analisa Sakarin
1. Menimbang 100 mg sampel
2. Ditambahkan 5 ml NaoOH 1 M
3. Diuapkan samapi kering
4. Residu dikeringkan diatas penangas
air
5. Lalu dinginkan
6. Dilarutkan dalam 2 ml HCL + ferri
klorida 1tetes
Pewarna sintesis
1. 50 ml sampel Frutang orange
2. Diasamkan dengan larutan HCL encer
3. Dimasukan benang wol
4. Didihkan selama 30 menit
5. Benang wol diangkat,dan dicuci
6. Dikeringkan, dipotong menjadi 4
bagian
7. Tempat potongan wol diatas cawan
petri
8. Ditetes dengan bebagai larutan HCL,
H2SO4, NaOH, NH4OH
BAB V
PENUTUP
V.I KESIMPULAN
Penambahan zat pewarna pada makanan
dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan.
Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan,
misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi
memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya
dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat
pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama
pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya
bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya
mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya
lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna
tersebut.
IV.II SARAN
Alternatif
lain untuk menggantikan penggunaan zat pewarna sintetis adalah dengan
menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun suji, kunyit dan ekstrak
buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Di samping itu masih ada pewarna
alami yang diijinkan digunakan dalam makanan antara lain caramel, beta-karoten,
klorofil dan kurkumin.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus.
2006. Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman di Makassar. Republika
Kamis 5 Januari 2006.
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?=229881&kat_id=23. [30
September 2006].
Lee TA,
Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal
of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Syah et
al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Subandi.
1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan auramine
secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan.
http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm. [30 September 2006 ]
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Bogor:
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar